RUANGBICARA.co.id – Rencana pelaksanaan Tes Kejar Asesmen (TKA) 2025 menimbulkan gelombang penolakan besar di kalangan siswa. Melalui situs change.org, petisi bertajuk “Tolak Pelaksanaan TKA 2025” telah mengumpulkan 183.877 tanda tangan hingga 28 Oktober 2025.
Di balik angka tersebut, tersimpan keresahan yang nyata dari para pelajar yang merasa sistem baru ini tidak berpihak pada mereka. Salah satu penggagas petisi, Agit, menyampaikan keluhannya dalam keterangan tertulis. Ia mengaku bahwa TKA bukan hanya menambah tekanan akademik, tetapi juga mempermainkan masa depan pendidikan siswa.
Berikut ini lima alasan utama mengapa pelaksanaan TKA 2025 menuai penolakan luas dari para siswa.
BACA JUGA: Jean-Philippe Mateta Cetak Sejarah, Gol Pertama Crystal Palace di Kompetisi Eropa
1. Minim Sosialisasi
Menurut Agit, TKA diumumkan secara mendadak tanpa pemberitahuan yang memadai bagi siswa SMA. Ia menilai keputusan ini seolah tidak mempertimbangkan dampak besar yang akan dirasakan para pelajar.
Peraturan mengenai TKA sendiri diundangkan pada 3 Juni 2025 dan diresmikan untuk jenjang SMA pada 8 Juni 2025. Sementara itu, penetapan dokumen resmi baru dilakukan pada 14 Juli 2025. Artinya, siswa dan guru hanya memiliki 112 hari atau sekitar 3,5 bulan untuk bersiap sebelum ujian dilaksanakan.
“Bayangkan, sesingkat itu waktu kami untuk bersiap,” tulis Agit dalam petisinya, dikutip Selasa (28/10/2025).
2. Waktu Persiapan
Selain sosialisasi yang minim, waktu persiapan menjadi sorotan utama. Jadwal padat kelas 12 membuat siswa kesulitan beradaptasi dengan sistem baru ini.
Simulasi TKA Online baru digelar pada 6 Oktober 2025, menyisakan waktu yang amat singkat untuk menyesuaikan diri. Guru-guru bimbel bahkan mengaku kesulitan membuat prediksi soal yang akurat karena kisi-kisi baru dibagikan terlalu mepet.
Bagi siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar, situasinya jauh lebih berat. “Kami hanya bisa mengandalkan belajar sendiri tanpa panduan yang jelas,” kata Agit.
3. Cakupan Materi
Siswa juga mengeluhkan luasnya cakupan materi dalam TKA. Dengan waktu belajar yang terbatas, mereka merasa tidak mungkin menguasai seluruh topik dengan baik.
Kondisi ini semakin diperburuk karena sistem Kurikulum Merdeka yang sebelumnya diterapkan di sekolah. Banyak siswa menilai kurikulum tersebut membuat pembelajaran tidak merata di tiap sekolah.
“Beberapa guru bahkan hanya mengandalkan presentasi siswa tanpa menjelaskan materi dengan tuntas,” tulis Agit. “Ketika TKA datang, kami jadi tidak tahu apa yang seharusnya kami pelajari lebih dalam.”






