RUANGBICARA.co.id, Jakarta – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai keputusan pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengalihkan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) dari Jepang ke China menjadi akar munculnya dugaan penggelembungan anggaran atau mark-up proyek Whoosh.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza, menyampaikan apresiasi terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah melakukan penyelidikan atas dugaan mark-up proyek KCJB.
BACA JUGA: UU KIP Digugat karena Isu Ijazah Jokowi, Donny Yoesgiantoro Ketua KIP Beri Respon Begini
“Ini adalah momentum yang paling tepat bagi KPK untuk memulai pengusutan adanya indikasi mark-up proyek besar yang merugikan keuangan negara,” ujar Handi di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2025).
Menurutnya, langkah KPK ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang tegas dalam memberantas praktik korupsi. “Apalagi langkah ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo untuk tidak memberikan ruang sedikitpun bagi koruptor yang sudah mencuri uang rakyat,” tambahnya.
Akar Dugaan
Lebih lanjut, Handi menjelaskan bahwa dugaan mark-up proyek KCJB tidak dapat dipisahkan dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah saat itu.
“Proyek KCJB yang semula akan menggandeng Jepang sebagai mitra, kemudian diarahkan ke China. Bahkan Jepang sudah menyelesaikan studi kelayakan (feasibility study) lebih awal dibandingkan China,” jelas ekonom dari Universitas Paramadina tersebut.
Pada tahap awal, China mengajukan penawaran senilai US$5,5 miliar, yang kemudian naik menjadi US$6,02 miliar, mendekati penawaran Jepang sebesar US$6,2 miliar. Namun, proyek akhirnya tetap diberikan kepada China dan dikerjakan dengan total biaya sekitar US$7,27 miliar.
Handi menambahkan, alasan utama Jepang digugurkan saat itu karena meminta jaminan dari APBN, sementara China menjanjikan skema business-to-business (B to B). Namun, seiring waktu, janji tersebut tak bertahan lama.
“China ditunjuk untuk menggarap proyek KCJB pada 2016 dengan kesepakatan tidak membebani APBN. Namun, janji itu hanya bertahan lima tahun,” ungkapnya.
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres 107 Tahun 2015 yang memungkinkan penggunaan dana APBN untuk menjaga keberlanjutan proyek strategis nasional, termasuk KCJB.
“Dalam pasal 4 ayat 2 Perpres tersebut diatur bahwa pembiayaan dari APBN dapat dilakukan melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium, serta penjaminan kewajiban konsorsium,” jelas Handi.






