Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Lebak yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang menarik perhatian banyak pihak. Sebagai salah satu wilayah di Provinsi Banten, Lebak memiliki dinamika politik yang unik, terutama karena pengaruh dinasti politik yang telah mengakar kuat selama dua dekade.
Dominasi Dinasti Jayabaya
Artikel yang saya baca di media RUANGBICARA.co.id berjudul “Bayang-bayang Dinasti Politik di Pilkada Lebak 2024” (edisi 26 Juni 2024), mengungkapkan betapa dominannya pengaruh keluarga Jayabaya dalam politik lokal di Kabupaten Lebak.
Mulyadi Jayabaya, seorang tokoh politik berpengaruh di Banten, pernah menjabat sebagai Bupati Lebak selama dua periode dari 2004 hingga 2014. Setelah itu, putrinya, Iti Octavia Jayabaya, mengambil alih kekuasaan dan menjabat dua periode (2014-2024).
Pada tanggal 3 November 2023, Iti Octavia Jayabaya dan wakilnya Ade Sumardi mengundurkan diri dari jabatan Bupati dan Wakil Bupati Lebak untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Partai Demokrat dan anggota DPRD Provinsi Banten dari PDIP.
Iti Octavia Jayabaya gagal menduduki kursi di parlemen, sementara Ade Sumardi berhasil menjadi anggota DPRD Provinsi Banten. Posisi Bupati Lebak kemudian dipegang oleh Penjabat Bupati, Iwan Kurniawan.
Tantangan Mengakhiri Dominasi
Selama dua dekade terakhir, trah Jayabaya mengendalikan Lebak. Kini, adik Iti, Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya, dipersiapkan sebagai kandidat dalam Pilkada 2024 setelah gagal terpilih kembali ke Senayan dalam Pemilu 2024.
Artikel tersebut mencatat bahwa kekuasaan trah Jayabaya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir meskipun banyak yang menginginkan perubahan.
Keluarga ini tidak hanya menguasai eksekutif tetapi juga mendapat dukungan dari partai-partai politik besar di Lebak, yang cenderung mengamankan posisi mereka dengan mendukung kandidat dari dinasti Jayabaya. Hal ini menciptakan situasi politik yang monoton dan kurang dinamis, menghambat munculnya pemimpin baru dengan visi yang berbeda.

 
																						




