Bakal Jadi Pengganti LPG, Begini Proses Pembentukan Gas DME Batu Bara

Potensi dan Tantangan

Dengan cadangan batu bara besar, Indonesia memiliki peluang besar mengembangkan energi DME domestik. Apalagi, batu bara yang digunakan dapat berupa low-rank coal, jenis batu bara berkalori rendah yang biasanya tidak terpakai di PLTU.

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menargetkan DME dapat menggantikan 12% dari total konsumsi LPG mulai 2025 hingga 2030. Artinya, proyek ini diharapkan dapat menekan impor LPG secara signifikan dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Namun demikian, DME tetap termasuk energi fosil. Proses produksinya menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berpotensi menambah beban lingkungan. Studi dari Joint Research Center European Commission (JRC EC) menyebut, emisi pembakaran DME sedikit lebih tinggi dibandingkan LPG.

Untuk mengimbangi dampak tersebut, pemerintah menyiapkan dua strategi besar. Pertama, memasang teknologi carbon capture and storage (CCS) di fasilitas produksi agar emisi karbon dapat ditangkap dan disimpan. Kedua, memanfaatkan skema carbon offset melalui proyek-proyek penghijauan atau energi terbarukan.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadikan DME batu bara sebagai model praktik energi rendah karbon di Indonesia. Dengan demikian, upaya mencapai ekonomi hijau dan berkelanjutan tetap bisa berjalan beriringan dengan kemandirian energi nasional.

BACA JUGA: Bahlil Luncurkan Roadmap Hidrogen Nasional, Siap-Siap Revolusi Energi Bersih!

Pada akhirnya, proyek DME batu bara bukan sekadar proyek industri, melainkan simbol transformasi energi nasional. Jika dikelola secara bijak dan berkelanjutan, gas DME dapat menjadi jembatan menuju masa depan energi Indonesia yang mandiri, efisien, dan ramah lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *