RUANGBICARA.co.id, Jakarta – Di tengah stagnasi produksi dan meningkatnya permintaan dunia, kelapa Indonesia kini berada di titik krusial. Komoditas yang dijuluki beauty commodity ini tengah menghadapi tekanan berat: dari produktivitas yang menurun hingga tuntutan global akan praktik pertanian berkelanjutan dan bebas deforestasi.
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri, menjelaskan bahwa nilai ekspor kelapa nasional saat ini mencapai Rp22 hingga Rp24 triliun per tahun. Namun, di balik pencapaian itu, produksi kelapa justru tidak mengalami pertumbuhan signifikan sejak 2021 hingga 2025.
BACA JUGA: 180 Hektar di Lebak Disiapkan Kadin Indonesia untuk Riset Pertanian Berbasis Biochar
“Kelapa ini sebetulnya beauty commodity, tapi tantangan kita adalah menjaga area perluasan dan produktivitasnya,” ujar Kuntoro dalam forum Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Kadin Indonesia bersama Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI), Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, berdasarkan data Kementan, produksi kelapa tahun 2023 mencapai 650 ribu ton untuk kebutuhan dalam negeri dan 2,8 juta ton untuk ekspor, setara dengan 2,1 juta ton kopra.
Konsumsi kelapa nasional tergolong besar, yakni sekitar 1,1 miliar butir per tahun untuk kebutuhan pangan dan 9,1 miliar butir untuk industri. Angka ini mencerminkan peluang besar bagi petani kelapa di seluruh Indonesia. Namun, tanpa intervensi pasar dan peningkatan produktivitas, harga kelapa dikhawatirkan terus melonjak dan menekan sektor hilir.
Oleh karena itu, Pemerintah kini telah berupaya dengan menambah anggaran untuk memperkuat program hilirisasi komoditas perkebunan, termasuk kelapa. Namun, menurut Amrizal Idroes, Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), tantangan utama justru terletak pada pasokan bahan baku.
“Yang menarik sekali itu gula kelapa dan nilai ekspornya, tapi kami khawatir ekspor bahan bakunya meningkat tanpa diimbangi peremajaan pohon. Kalau kita lalai, nanti kelabakan,” tegas Amrizal.
Ia juga mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan impor benih guna menjaga kesinambungan produksi.
Tekanan Pasar Global
Selain masalah produksi, Indonesia juga menghadapi tantangan dari European Union Deforestation Regulation (EUDR). Regulasi yang mulai berlaku penuh pada 2025 ini mewajibkan semua produk yang masuk ke Uni Eropa untuk bebas deforestasi, memiliki jejak asal-usul yang jelas, serta mematuhi hukum lokal.