Fatima berasal dari keluarga akademisi dan politikus terkemuka. Ibunya, Merve Kavacki, adalah mantan anggota parlemen Turki yang pernah dilarang masuk ke parlemen pada 1999 karena mengenakan hijab. Saat itu, Presiden Turki Suleyman Demirel bahkan mencabut kewarganegaraan Turki milik Merve Kavacki, yang kemudian memicu krisis politik besar.
Setelah bertahun-tahun tinggal di Amerika Serikat, Kavacki kembali ke Turki. Erdogan kemudian mengembalikan kewarganegaraannya dan menunjuknya sebagai Duta Besar Turki untuk Malaysia sebagai bentuk kompensasi atas kejadian di masa lalu. Sikap Erdogan ini mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan, terutama di dunia Islam.
Perannya di Politik Turki
Fatima tidak hanya dikenal sebagai penerjemah Erdogan dalam setiap kunjungannya ke luar negeri, tetapi juga sebagai penasihat politik yang memiliki pengaruh besar. Menurut The Huffington Post, ia dijuluki “The Political Expert and Adviser for Turkish President.” Keputusannya dalam berbagai isu politik dan diplomasi turut berkontribusi dalam kebijakan nasional dan internasional Turki.
Fatima juga aktif dalam berbagai forum dunia. Pada 2011, ia mewakili Turki dalam undangan PBB di Baku, Azerbaijan. Ia juga pernah menghadiri pertemuan alumni Georgetown University di Washington DC pada 2013. Keaktifannya di berbagai forum ini membuktikan kapasitasnya sebagai tokoh muda berpengaruh dalam diplomasi internasional.
BACA JUGA:Â Dihadapan JK dan Mendagri Tito, Muallem Akan Hapus Sistem Barcode BBM di Aceh
Penunjukan Fatima sebagai penasihat utama sekaligus penerjemah pribadi Erdogan mendapat pujian dari berbagai kalangan. Aktivis media sosial menilai langkah Erdogan sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan Muslim yang memiliki kapabilitas di bidang politik dan diplomasi. Fatima sendiri memiliki darah Palestina dari sang ayah, Marwa Qawudji, yang turut memperkuat perspektifnya dalam politik internasional.
Sebagai penasihat utama Erdogan, Fatima terus berperan dalam merumuskan kebijakan luar negeri Turki. Keberhasilannya menunjukkan bahwa generasi muda, khususnya perempuan Muslim, memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam pemerintahan dan diplomasi global.