Meskipun tren open marriage terus berkembang, monogami tetap menjadi norma yang diterima secara luas di berbagai budaya, termasuk Amerika Serikat. Berdasarkan data WHO, 89% manusia menerapkan monogami sosial, sementara 98% menjalani monogami genetik. Di Amerika Serikat, 57% pria dan 85% wanita memilih untuk mempraktikkan monogami seksual.
Mengapa Melawan Norma Sosial?
Orang cenderung melawan norma sosial ketika merasa kecewa atau tidak terpuaskan oleh aturan tersebut. Banyak individu mengalami kekecewaan dalam pernikahan akibat perselingkuhan, konflik, dan hubungan dingin dalam rumah tangga. Anak-anak yang tumbuh dalam situasi ini sering membawa luka dan kepahitan terhadap konsep pernikahan.
Di era globalisasi, perilaku seperti open marriage menyebar dengan cepat. Budaya yang terlihat menyenangkan lebih mudah diadopsi daripada budaya yang benar. Sama seperti burung beo yang terbiasa memuji Tuhan tetapi kemudian meniru burung lain yang suka mengumpat, manusia pun mudah terpengaruh oleh perilaku yang dianggap menyenangkan.
Walaupun ada yang tertarik pada open marriage, penelitian menunjukkan bahwa pasangan monogami menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Mereka cenderung hidup lebih lama, memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, dan mengalami peningkatan kesejahteraan.
Anak-anak dari keluarga monogami juga berkembang lebih baik. Saat menghadapi ketakutan, pasangan monogami yang berpegangan tangan lebih mampu mengendalikan rasa takut mereka dan merespons dengan lebih baik.
BACA JUGA:Â Sering Mengalami Insomnia? Ini Cara Mengatasinya
Pada akhirnya, alasan utama seseorang mencari hubungan lain di luar pernikahannya sering kali berakar pada kesepian dan kepahitan. Baik itu disebabkan oleh pasangan sah atau pengalaman masa lalu, perasaan tersebut mendorong mereka mencari hubungan lain sebagai pelarian.






