Jakarta – Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengejutkan banyak negara mitranya, termasuk Indonesia. Untuk merespons kebijakan ini, Pemerintah Indonesia bergerak cepat dan terkoordinasi guna mengatasi dampaknya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Indonesia tidak hanya menyampaikan sikap, tetapi juga memberikan proposal konkret kepada Pemerintah AS. Proposal ini mengedepankan semangat kerja sama bilateral yang adil dan saling menguntungkan.
Airlangga menjelaskan, Indonesia langsung mengirimkan surat kepada sejumlah pihak terkait di AS, seperti USTR (United States Trade Representative), US Commerce, dan terakhir kepada US Treasury.
BACA JUGA: VIDEO: Benny Soetrisno Ungkap ‘Senjata Makan Tuan’ Tarif Trump
Respons yang diberikan oleh AS pun sangat positif, yang membuktikan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diundang untuk melakukan perbicaraan lebih lanjut.
Selain itu, Airlangga juga menjelaskan bahwa sejak awal pengumuman kebijakan tarif tersebut, Pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi intensif dengan negara-negara mitra strategis.
Indonesia aktif menjalin hubungan dengan Malaysia, Singapura, Uni Eropa, Inggris, dan China, serta melakukan diplomasi langsung dengan pihak AS. Langkah-langkah ini menunjukkan betapa pentingnya peran Indonesia dalam memperkuat posisi ASEAN dalam menghadapi isu tersebut secara kolektif.
Diapresiasi AS
Selanjutnya, Airlangga menyebutkan bahwa respons cepat Indonesia atas kebijakan AS ini telah memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai “early mover”. Keuntungan ini muncul karena Indonesia menyampaikan proposal yang komprehensif dan dinilai menarik oleh AS.
Sebagai bagian dari langkah tersebut, Indonesia mengusulkan sebuah perjanjian dagang yang lebih seimbang, yang mencakup revitalisasi perjanjian dagang bilateral yang sebelumnya sudah ada, seperti Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) Indonesia-AS dan ASEAN-AS.
Indonesia menekankan bahwa tawaran yang diberikan bukan hanya sekadar respons, tetapi juga mengusung kepentingan kedua belah pihak.
“Tidak hanya kita merespon kepada Amerika, tetapi kita juga punya request kepada Amerika. Sehingga sifatnya tidak satu arah, tetapi dua arah, untuk kebaikan perekonomian bilateral,” kata Airlangga. Proposal tersebut merupakan sebuah format perjanjian yang lebih lengkap, yang bertujuan memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara.
Di sisi lain, meski AS tetap menjadi pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia, Airlangga menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor. Eropa, misalnya, menjadi target pasar strategis berikutnya.
Proses penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) kini berada pada tahap akhir, yang diharapkan dapat membuka peluang besar bagi produk ekspor Indonesia, seperti tekstil, alas kaki, dan makanan.