Langkah Konkret
Sebagai bentuk antisipasi, FSPBB telah menginstruksikan seluruh anggotanya agar tetap solid dan siaga menghadapi isu tersebut. Arie menyebut, para pekerja di lingkungan Pertamina tetap diminta fokus bekerja sambil menunggu arahan resmi dari federasi.
“Kami sudah sampaikan kepada seluruh serikat pekerja anggota FSPBB untuk tetap fokus menjaga distribusi energi ke seluruh negeri. Tapi jika kebijakan itu benar terjadi, tentu kami tidak akan diam,” kata Arie.
Ia juga mengungkapkan bahwa federasinya tengah menyusun policy brief dan kajian hukum. Bahkan, FSPBB membuka peluang untuk melakukan judicial review terhadap regulasi yang memungkinkan penempatan WNA di posisi strategis BUMN.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan telah mengubah regulasi yang memungkinkan ekspatriat atau non-Indonesia duduk di posisi strategis BUMN. Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi bersama Chairman dan Editor in Chief Forbes, Steve Forbes, di Hotel St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10).
“Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita,” kata Prabowo.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk menerapkan standar bisnis internasional. Prabowo juga memerintahkan lembaga itu memangkas sekitar tiga perempat jumlah BUMN yang kini mencapai 1.000 perusahaan.
“Kalau jumlah BUMN dipangkas, saya yakin imbal hasilnya bisa meningkat. Dari 1% atau 2%, harus meningkat,” ujarnya optimistis.
Saat ini, sudah ada dua kursi direksi di Garuda Indonesia yang diisi oleh WNA, yakni Neil Raymond Mills sebagai Direktur Transformasi, dan Balagopal Kunduvara sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko.
Meski pemerintah beralasan kebijakan ini akan meningkatkan efisiensi dan profesionalisme, FSPBB menilai keputusan tersebut harus dikaji ulang agar tidak menimbulkan konflik sosial dan kecurigaan di kalangan pekerja BUMN.
BACA JUGA: Mengapa WNA Cina Terdakwa Pencurian Emas 774 kg Divonis Bebas? Begini Faktanya
“Kami tidak anti terhadap kerja sama internasional, tapi posisi direksi adalah soal kepercayaan dan tanggung jawab terhadap negara. Ini bukan sekadar jabatan, tapi menyangkut kedaulatan,” tutup Arie.






