Ketika Bendera Bajak Laut One Piece Berkibar di Indonesia: Antara Ekspresi Budaya Pop dan Batasan Hukum

RUANGBICARA.co.id, Jakarta – Fenomena pengibaran bendera bajak laut ala One Piece mulai mencuri perhatian publik di Indonesia. Bendera hitam bergambar tengkorak dan dua tulang menyilang—simbol ikonik kelompok bajak laut Topi Jerami—tampak berkibar di tiang-tiang kos mahasiswa hingga di punggung motor para penggemar setia anime Jepang ini.

Tidak dapat dimungkiri, One Piece karya Eiichiro Oda telah menjadi bagian penting dari budaya pop global. Oleh karena itu, banyak penggemar yang melihat bendera tersebut bukan sebagai simbol ancaman, melainkan sebagai lambang persahabatan, petualangan, dan tekad untuk meraih mimpi.

BACA JUGA: Spoiler: Rencana Gelap Rocks dan Rahasia Elbaph Terungkap di One Piece Chapter 1156

Namun demikian, secara historis, simbol bajak laut seperti Jolly Roger identik dengan perompakan dan kekerasan di laut. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah penggunaan bendera tersebut di ruang publik melanggar hukum Indonesia?

Dilarang atau Tidak?

Sampai saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara khusus melarang pengibaran bendera bajak laut dalam konteks budaya pop. Meski begitu, terdapat beberapa regulasi yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi pelanggaran.

Sebagai contoh, Pasal 66 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara menyebutkan bahwa selain bendera Merah Putih, tidak boleh ada bendera lain yang dikibarkan sejajar atau lebih tinggi dalam acara formal kenegaraan. Dengan kata lain, selama bendera bajak laut tidak digunakan dalam upacara resmi atau ditempatkan di lokasi sakral negara, maka tidak ada pelanggaran hukum secara langsung.

Namun, jika bendera tersebut digunakan dalam aksi provokatif seperti unjuk rasa atau sebagai simbol pemberontakan, maka hal itu bisa menimbulkan persoalan hukum. Pasal 154a KUHP mengatur larangan terhadap penyebaran simbol yang dapat dianggap menentang negara, termasuk penggunaan simbol-simbol yang bernada subversif.

Selain aspek hukum, perlu juga memperhatikan konteks sosial dan etika lokal. Mengibarkan bendera bajak laut di tempat-tempat publik yang sensitif atau bersejarah dapat dianggap tidak pantas, meskipun tidak ada aturan hukum yang dilanggar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *