RUANGBICARA.co.id, Yogyakarta – Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mencatatkan sejarah dalam wisuda Program Pascasarjana yang digelar Selasa (21/10) di Grha Sabha Pramana. Dari total 2.335 lulusan, satu nama mencuri perhatian: Rizky Aflaha, wisudawan Program Studi Doktor Fisika FMIPA UGM, yang resmi menyandang gelar doktor termuda di usia 25 tahun 10 bulan 1 hari.
Rizky menembus rekor dengan usia yang terpaut jauh dari rata-rata lulusan program doktor, yakni 41 tahun 6 bulan 15 hari. Prestasi ini bukan hasil dari program akselerasi formal, melainkan strategi dan pemanfaatan peluang beasiswa secara efektif.
BACA JUGA: 5 Fakta Wahyu, Sopir Ambulans Meninggal Dunia Setelah Antar Jenazah ke Rumah Duka
“Program magister hanya satu tahun dan doktor tiga tahun. Maka dari itu, saya dapat gelar lebih muda dibanding yang lain,” ungkap Rizky, dikutip Minggu (26/10/2025).
Rizky menyelesaikan studi sarjananya hanya dalam tujuh semester, kemudian melanjutkan pendidikan lewat beasiswa jalur cepat PMDSU. Ia berhasil meraih predikat cumlaude, sebuah capaian yang jarang diraih mahasiswa doktor berusia muda.
Namun perjalanan akademiknya tidak selalu mulus. Rizky mengaku sempat dipandang sebelah mata oleh rekan-rekannya karena usia yang jauh lebih muda. Meski begitu, ia membuktikan kemampuan dengan produktivitas luar biasa.
“Awalnya sempat merasa dipandang sebelah mata karena masih muda. Sampai akhirnya aku mulai menunjukkan diri bahwa aku bisa. Alhamdulillah, selama studi doktor sampai hari ini sudah melahirkan 40 publikasi internasional, padahal syarat lulusnya hanya dua,” ujarnya.
Dukungan
Rizky tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih kepada para promotornya yang berperan besar dalam perjalanannya: Prof. Kuwat Triyana, Prof. Roto, dan Dr. Aditya Rianjanu.
“Beliau memberi arahan dari hal-hal kecil, mulai dari membuat roadmap riset, desain riset, menulis jurnal internasional, sampai penyajian gambar yang bagus di jurnal,” tutur Rizky penuh hormat.
Menariknya, meski dikenal sebagai peneliti produktif, Rizky bukan tipe “kutu buku”. Ia tetap menjalani kehidupan kampus yang seimbang dengan aktivitas olahraga dan organisasi.
“Aku tidak bermain game online dan tidak terlalu banyak waktu di media sosial. Aku alihkan ke kegiatan seperti bulu tangkis, organisasi, dan naik gunung. Bahkan, sepertinya orang Jogja lebih mengenalku sebagai atlet bulu tangkis ketimbang mahasiswa doktor,” kelakarnya.






