Marco Van Basten Kritik Penampilan Linkin Park di Final Liga Champions, Netizen Membela, Ada Apa?

Awal Terbentuknya

Linkin Park awalnya terbentuk pada tahun 1996 di Agoura Hills, California. Band ini didirikan oleh tiga sahabat, yakni Mike Shinoda, Brad Delson, dan Rob Bourdon, dengan nama awal Xero. Setelah melalui beberapa pergantian personel dan kesulitan mendapatkan label rekaman, mereka akhirnya merekrut Chester Bennington pada tahun 1999—momen yang menjadi titik balik besar bagi band ini.

Nama band kemudian diubah menjadi Linkin Park, terinspirasi dari Lincoln Park di Santa Monica. Ejaan nama pun disesuaikan agar bisa digunakan sebagai domain internet resmi mereka.

Tahun 2000, Linkin Park merilis album debut berjudul Hybrid Theory. Album ini langsung mencuri perhatian dunia dengan kombinasi rap dan rock yang unik. Lagu-lagu seperti “In the End”, “Crawling”, dan “One Step Closer” menjadi hits global. Album tersebut terjual lebih dari 27 juta kopi di seluruh dunia dan menjadi salah satu debut paling sukses sepanjang masa.

Kesuksesan Hybrid Theory disusul oleh album Meteora pada tahun 2003. Lagu seperti “Numb” dan “Breaking the Habit” semakin memperkuat identitas musikal mereka. Di tahun 2004, Linkin Park bekerja sama dengan rapper Jay-Z dalam proyek Collision Course, memperlihatkan kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan berbagai genre.

Tahun 2007, mereka merilis album Minutes to Midnight yang mengangkat isu-isu sosial dan politik. Lagu “What I’ve Done” menjadi salah satu bukti perubahan arah musik ke nuansa rock alternatif yang lebih luas.

Selanjutnya, mereka terus bereksperimen melalui album A Thousand Suns (2010) dan Living Things (2012), yang mengusung elemen elektronik dan industrial. Ini menunjukkan bahwa Linkin Park tidak pernah takut mencoba hal baru dan selalu menantang ekspektasi para penggemarnya.

BACA JUGA: Dibongkar! Ini Profil 5 Perusahaan Tambang Nikel yang Bikin Heboh Raja Ampat

Pada tahun 2014, Linkin Park merilis The Hunting Party sebagai respons terhadap tren musik yang dinilai terlalu aman. Dalam album ini, mereka kembali ke akar musik keras dengan nuansa yang lebih mentah dan agresif, seperti yang terdengar dalam lagu “Guilty All the Same”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *