RUANGBICARA.co.id – Pasar kripto kembali diguncang badai besar yang membuat banyak investor panik. Dalam waktu hanya 24 jam, nilai likuidasi global mencapai US$19,30 miliar atau sekitar Rp320,7 triliun, menjadikannya rekor terbesar sepanjang sejarah perdagangan aset digital.
Menurut data dari CoinGlass, posisi long menjadi korban paling parah dengan kerugian mencapai US$16,8 miliar, sedangkan posisi short juga ikut terkena imbas senilai US$2,49 miliar. Akibatnya, lebih dari 1,6 juta trader kehilangan posisi mereka hanya dalam satu hari perdagangan.
BACA JUGA:Â Agar Tak Kena Denda, Ini Contoh Cara Setor Pajak Kripto Sesuai PMK 50 Tahun 2025
Namun, yang membuat situasi ini semakin pelik adalah penyebab utamanya. Kepanikan muncul setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor 100% untuk produk asal Tiongkok yang akan berlaku mulai 1 November 2025. Keputusan tersebut langsung mengguncang pasar global dan membuat investor berbondong-bondong keluar dari aset berisiko — termasuk kripto.
Tak butuh waktu lama, harga Bitcoin (BTC) langsung terjun ke level US$104.900, disusul Ethereum (ETH) yang ambruk 12% ke US$3.800, serta Solana (SOL) yang merosot 14%. Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar kripto menyusut 8%, turun ke angka US$3,78 triliun.
Namun menariknya, di tengah kejatuhan ini dominasi Bitcoin justru meningkat. Berdasarkan laporan CoinGecko Q1 2025, porsi Bitcoin di pasar kini mencapai 59,1%, tertinggi sejak Oktober 2021. Artinya, banyak investor kini melihat Bitcoin sebagai aset lindung nilai di tengah gejolak pasar.
Meski begitu, peningkatan dominasi ini tak serta-merta menandakan pasar sedang sehat. Faktanya, selama kuartal pertama 2025, kapitalisasi pasar kripto turun 18,6% atau kehilangan nilai sekitar US$633,5 miliar, dengan volume perdagangan harian anjlok 27,3%. Ini menunjukkan minat investor yang semakin menurun.