RUANGBICARA.co.id, Jakarta – Harga minyak goreng merek “Minyak Kita” kembali meroket di sejumlah daerah. Kondisi ini membuat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap regulasi yang ada.
Dewan Pimpinan Pusat IKAPPI mencatat harga eceran sudah jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14.000 per liter. Di beberapa daerah, minyak goreng dijual Rp16.700 hingga Rp17.000 per liter. Bahkan, di Papua dan wilayah Indonesia timur, harganya tembus Rp20.000 per liter.
BACA JUGA: Pasar Dibayangi Ketegangan Geopolitik dan Kebijakan Dagang AS, Apa Bisa Harga Minyak Dunia Stabil?
“Secara nominal kenaikan ini terlihat kecil, tetapi dampaknya sangat luas bagi masyarakat. Ironisnya, Indonesia adalah produsen sawit terbesar dunia, tapi minyak goreng murah masih sulit diakses masyarakat,” ujar Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, Kamis (28/8/2025).
Menurut IKAPPI, lonjakan harga minyak goreng dipicu tata kelola dan regulasi yang belum tepat. Salah satunya adalah Permendag Nomor 18 Tahun 2024, yang dinilai belum menyelesaikan persoalan dari hulu ke hilir.
“Banyak intervensi pemerintah, termasuk kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), justru menciptakan hambatan. Sementara peran swasta dalam produksi dan distribusi membuat pemerintah sulit mengontrol harga dan stok,” jelas Reynaldi.
Praktik Bundling
Pedagang pasar menemukan adanya praktik “bundling”, yaitu minyak goreng subsidi hanya bisa didapat jika membeli minyak premium. Selain itu, sejumlah distributor menaikkan harga sebelum barang sampai ke konsumen.
“Stok sebenarnya ada, tapi karena distribusi melewati rantai panjang dari Distributor 1 hingga Distributor 3, harga otomatis naik. Pedagang dan masyarakat akhirnya yang menanggung beban,” kata Reynaldi.