“Bangunan pagar itu tidak mungkin dilakukan oleh orang yang enggak punya duit. Kalau ada yang percaya itu hasil swadaya masyarakat, saya pikir orang itu harus dibawa ke psikiater,” tegas Kholid.
Menurutnya, persoalan ini bukan hanya menyangkut laut, tetapi juga berdampak pada masalah di daratan, seperti penggusuran dan pembayaran ganti rugi yang belum selesai.
Lebih lanjut, Kholid juga menyoroti sistem pemerintahan yang ia anggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Ia menganalogikan situasi ini sebagai upaya memaksakan lingkaran besar masuk ke lingkaran kecil.
“Negara itu lingkaran besar, sementara korporasi adalah lingkaran kecil. Tapi sekarang, saya merasa negara ini dipimpin oleh korporasi,” ujarnya dengan nada kecewa.
Ia menegaskan tidak sudi dipimpin oleh sistem yang membuat rakyat kecil menderita, bahkan menyebut penderitaan saat ini lebih buruk daripada masa penjajahan Belanda.
“Saya ini bukan sedang diurus negara, tapi diurus korporasi. Saya lebih baik mati daripada hidup seperti ini,” ujarnya penuh emosi.
Di akhir pernyataannya, Kholid menekankan pentingnya kedaulatan negara yang berpihak kepada rakyat kecil, seperti petani dan nelayan. Ia berharap pemerintah dapat memperbaiki sistem yang ada agar tidak lagi menimbulkan penderitaan bagi masyarakat.
BACA JUGA: Pemprov Banten Diminta Lebih Aktif Atasi Pagar Laut Tangerang
Kejadian pagar laut di Tangerang menjadi salah satu sorotan dari Kholid yang menggambarkan keresahan nelayan terhadap kebijakan yang dianggap tidak masuk akal. Ia berharap pemerintah hadir untuk melindungi hak-hak rakyat kecil dan tidak tunduk pada kepentingan korporasi.






