RUANGBICARA.co.id, Jakarta — Upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam memperkuat keterbukaan informasi publik kembali mendapat pengakuan nasional.
Pada Pameran Keterbukaan Informasi Publik 2025 yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP), BNPT berhasil meraih Juara 2 untuk kategori lembaga negara. Prestasi ini menjadi bukti komitmen BNPT dalam mendorong transparansi, edukasi publik, serta penguatan komunikasi di isu yang sangat sensitif: radikalisme dan terorisme.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam aspek pencegahan. BNPT merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang penanggulangan terorisme.
BACA JUGA: BNPT Hadirkan Tiga Zona Edukasi dan Informasi di Pameran KIP 2025
BNPT lahir sebagai respon pemerintah Indonesia terhadap peristiwa Bom Bali I tahun 2002, yang menjadi titik balik sejarah terorisme Indonesia. Sejak saat itu, terorisme tidak lagi dipandang sebagai kejahatan biasa, melainkan sebagai extraordinary crime dan crime against humanity karena dampaknya terhadap korban jiwa dan tatanan sosial-politik.
Amandemen UU Terorisme dari No. 15 Tahun 2003 menjadi No. 5 Tahun 2018 menjadi tonggak penting bagi BNPT karena memperkuat kelembagaan, kewenangan, dan perannya. Fokus BNPT mencakup pencegahan, penanggulangan, deradikalisasi, serta kontra-radikalisasi.
Kepada Ruang Bicara, Brigjen Pol. Tejo Wijanarko, S.I.K., Kepala Biro Perencanaan, Hukum, dan Hubungan Masyarakat BNPT, menjelaskan bahwa capaian tersebut merupakan hasil dari transformasi BNPT dalam mengelola data, informasi, dan sistem yang menunjang pelayanan publik.

“Isu terorisme harus disampaikan secara akurat dan proporsional. Tidak semua informasi bisa dibuka, tetapi yang dapat disampaikan harus mudah diakses, jelas, dan edukatif,” ujar Tejo di kantornya, Jumat (21/11/2025).
Sebagai lembaga yang menangani isu sensitif, BNPT menempatkan prinsip kehati-hatian sebagai standar utama dalam penyampaian informasi. Informasi yang disampaikan harus melalui proses verifikasi ketat agar tidak menimbulkan misinformasi, kekeliruan pemahaman, atau dampak sosial yang tidak diinginkan.






