Komitmen Lingkungan
Sebagai perusahaan tambang besar, PTAR menempatkan isu lingkungan sebagai bagian utama dari identitasnya. Operasi tambang Martabe dilakukan di Areal Penggunaan Lain (APL), bukan kawasan hutan Batang Toru yang menjadi habitat satwa endemik dan kawasan konservasi.
Dalam berbagai dokumen publik, PTAR mengklaim menerapkan manajemen air, limbah, serta tailing sesuai standar industri global. Perusahaan juga telah mengalokasikan dana jangka panjang untuk rehabilitasi pascatambang.
Namun komitmen tersebut kembali diuji setelah bencana Batang Toru. Seiring munculnya narasi yang mengaitkan operasional tambang dengan banjir bandang di Desa Garoga, PTAR menegaskan bahwa lokasi bencana berada di Sub-DAS Garoga yang secara hidrologis terpisah dari area tambang di Sub-DAS Aek Pahu.
“Mengaitkan langsung Tambang Emas Martabe dengan banjir bandang Garoga merupakan kesimpulan prematur. Aktivitas kami berada di DAS berbeda,” tegas manajemen PTAR dalam pernyataannya.
Di tengah situasi darurat, PTAR menyebut diri terlibat sejak hari pertama sebagai bagian dari first responder. Tim perusahaan ikut membantu operasi pencarian dan penyelamatan, membuka akses jalan, hingga membangun posko pengungsian bagi warga terdampak.
Desa-desa lingkar tambang yang tidak terdampak signifikan juga difungsikan sebagai titik evakuasi dan penyaluran bantuan.
Dengan skala operasi yang besar, kontribusi ekonomi signifikan, serta pengaruh sosial yang luas di wilayah Tapanuli Selatan, PT Agincourt Resources memang wajar menjadi pusat perhatian publik. Di saat bencana melanda wilayah sekitar operasionalnya, sorotan pun semakin tajam.
BACA JUGA: 85% Warga Babel Setuju Pembangkit Nuklir Dibangun, Tapi Khawatirkan Ini
PTAR mengajak semua pihak menahan narasi yang tidak berdasar dan menunggu kajian independen yang komprehensif untuk menentukan penyebab pasti bencana. Meski demikian, tuntutan transparansi dan akuntabilitas kini semakin kuat — menandakan bahwa perjalanan perusahaan tambang sebesar PTAR tak lepas dari pengawasan publik.






