Ramai-Ramai Tolak Ahli Gizi India Jadi Rujukan Program MBG

RUANGBICARA.co.id, Jakarta– Polemik muncul setelah pemerintah berencana menggandeng ahli gizi dari India sebagai rujukan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Rencana tersebut menuai penolakan dari sejumlah kalangan, mulai dari pakar hukum, tenaga kesehatan, hingga masyarakat yang menilai Indonesia sebenarnya memiliki sumber daya lokal yang lebih layak dioptimalkan.

Kontroversi bermula ketika Badan Gizi Nasional (BGN) disebut melakukan kunjungan ke India untuk mempelajari model layanan makan gratis yang sudah lama diterapkan di negara tersebut. Pemerintah menilai India memiliki pengalaman panjang dalam pengelolaan makanan bergizi bagi anak sekolah dalam skala besar.

BACA JUGA: Siapa M. Kevin Pradana? Atasan yang Dituding Lakukan Pelecehan Terhadap Karyawati Baru MBG Jatimekar II

Namun, langkah ini langsung memantik perhatian publik usai pakar hukum tata negara Refly Harun membahasnya dalam kanal YouTube miliknya. Refly mengutip penjelasan bahwa kerja sama teknis dengan India meliputi pengawasan, pengembangan institusi, hingga peningkatan kualitas layanan MBG di Indonesia.

Penolakan keras datang dari dr. Tifa, dokter yang selama ini aktif mengkritisi kebijakan kesehatan. Dalam unggahan yang dibacakan Refly, ia mempertanyakan mengapa Indonesia harus belajar dari India, sementara banyak wilayah di negara tersebut dinilai memiliki tingkat sanitasi yang kurang memadai.

“Kalau dapur kita steril dan makanan higienis, dijamin bakal diare berkepanjangan selama di sana,” demikian kritik dr. Tifa yang menjadi perhatian publik, dikutip Minggu (9/11/2025).

Ia menilai Indonesia memiliki banyak institusi lokal, seperti pesantren modern dan sekolah swasta, yang telah terbukti memiliki sistem dapur bersih dan standar gizi yang baik. Karena itu, menurutnya rujukan dari dalam negeri jauh lebih tepat dibanding mengambil model dari negara lain.

Alasannya

Gelombang penolakan semakin besar setelah kreator TikTok @makanlurr mengunggah video kondisi dapur makan gratis di Karni Mata Temple, India. Dalam video itu, dapur terlihat jorok, dipenuhi tikus hitam yang berkeliaran bebas, serta mengeluarkan bau menyengat hingga membuat sang kreator muntah.

Tikus di kawasan tersebut bahkan disembah, dan siapa pun yang menginjaknya wajib mengganti dengan tikus lain atau emas seberat tikus tersebut. Cuplikan ini memperkuat anggapan publik bahwa India bukan rujukan yang tepat untuk program makan bergizi nasional.

Menanggapi penolakan yang semakin meluas, Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan bahwa pemerintah tidak berniat meniru seluruh praktik dari India. Ia menyebut bahwa kerja sama teknis hanya difokuskan pada sistem pengawasan, manajemen distribusi makanan, dan pengembangan institusi.

Dadan menekankan bahwa India dipilih bukan karena standar kebersihannya, melainkan karena pengalaman panjang mereka dalam menjalankan program makan gratis berskala nasional.

Sebelumnya juga, Menteri Luar Negeri RI Sugiono juga menyampaikan bahwa kerja sama Indonesia–India dibahas dalam KTT ASEAN–India ke-22 di Kuala Lumpur. Kedua negara dinilai memiliki peluang besar untuk saling bertukar pengetahuan dalam penguatan program gizi bagi masyarakat.

Selain menolak rujukan ahli gizi India, sejumlah warganet turut mempertanyakan latar belakang Kepala BGN, Dadan Hindayana, yang merupakan pakar entomologi atau ahli serangga. Mereka menilai kompetensi tersebut tidak sepenuhnya relevan dengan pengelolaan gizi nasional. Isu ini ikut menambah panjang daftar kritik terhadap implementasi MBG.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *