Spekulasi juga beredar bahwa revisi UU ini berkaitan dengan hasil Pilkada Jakarta pada 27 November 2024.
Pasangan Pramono Anung dan Rano Karno, yang diusung PDIP, diproyeksikan memenangkan satu putaran. Namun, perubahan undang-undang ini diduga bisa membuka jalan bagi putaran kedua, terutama jika ada upaya hukum untuk menggagalkan hasil tersebut.
“Pasangan ini berasal dari PDIP, partai yang berada di luar koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal ini tentu memunculkan dinamika politik yang menarik,” ujar Hersubeno.
Dengan demikian, revisi UU DKJ menambah kebingungan mengenai status Jakarta sebagai ibu kota. Hingga kini, belum ada kejelasan apakah Jakarta akan kehilangan status ibu kota atau tetap menjadi pusat pemerintahan. Dengan absennya Keppres, Jakarta masih memiliki fungsi administratif sebagai ibu kota.
BACA JUGA:Â Pramono-Rano Umumkan Kemenangan Versi Quick Count, Klaim Data Masuk Sudah 100 Persen
Keputusan Prabowo merevisi UU DKJ hanya beberapa hari setelah Pilkada menimbulkan pertanyaan besar. Apakah langkah ini murni administratif atau sarat dengan kepentingan politik? Hanya waktu yang akan menjawab.