Jakarta – Sosok Kholid, seorang nelayan dari Banten, mencuri perhatian melalui pernyataannya dalam podcast YouTube Abraham Samad SPEAK UP.
Dalam kesempatan itu, Kholid mengungkapkan perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan, mulai dari melawan penambangan pasir laut hingga menghadapi persoalan pagar laut di wilayah Tangerang.
Kholid memulai ceritanya dengan menegaskan bahwa dirinya berasal dari keluarga nelayan dan petani.
“Saya ini dibesarkan dari hasil perikanan dan pertanian oleh orang tua saya. Alhamdulillah, saya bisa sebesar ini karena warisan pekerjaan tersebut,” ungkapnya.
BACA JUGA:Â Percaya Pagar Laut Tangerang Dibangun Swadaya, Kholid Nelayan: Harus Dibawa ke Psikiater
Namun, perjalanan hidup Kholid tidaklah mudah. Ia mengungkapkan bahwa dirinya merasa dijajah sejak tahun 2004 akibat penambangan pasir laut di wilayah pesisir Banten.
“Material dari penambangan itu dibawa untuk reklamasi Teluk Jakarta, tepatnya di PIK 1,” tambah Kholid.
Tidak tinggal diam, Kholid bersama nelayan lainnya berjuang keras melawan eksploitasi tersebut. “Kami sampai perang tembakan di laut dan berjuang hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Alhamdulillah, pada 2016 gugatan kami menang, terutama setelah pergantian Gubernur DKI dari Ahok ke Anies Baswedan,” jelas Kholid.
Kemenangan tersebut menjadi titik cerah bagi Kholid dan rekan-rekannya. Mereka kembali dapat menjalankan aktivitas sebagai nelayan dan petani dengan tenang. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.
Pagar Laut Tangerang
Masalah baru muncul di wilayah Tangerang. Menurut Kholid, akses para nelayan untuk mencari ikan mulai dibatasi oleh keberadaan pagar laut yang membentang sepanjang 30 kilometer, dari Karang Serang hingga Kronjo.

 
																						




