Sementara, Edi Bonetski, seniman yang turut hadir, memberikan apresiasi kepada Teater Guriang atas konsistensinya.
Ia menyebutkan bahwa langkah-langkah teater ini sangat penting dalam membuka ruang diskusi budaya.
“Hari ini mungkin teater Guriang masih ada dua titik lagi yang perlu diperkuat, seperti infografis dan penyebarannya di media sosial. Karena sejarah itu bisa berubah oleh ulah netizen yang budiman,” ujarnya.
Edi juga menyinggung pentingnya membaca ulang novel Max Havelaar untuk menemukan poin-poin yang melemahkan narasi kolonial.
Sinopsis “Regent”
Sebagai informasi, pertunjukan “Regent” mengangkat kisah Adipati Kartanata Negara, seorang Bupati Lebak yang memimpin selama 20 tahun. Sosok ini menjadi figur sentral dalam novel Max Havelaar, yang kerap disebut sebagai musuh besar kolonialisme.
Narasi “Regent” mengajak penonton untuk merenungkan makna kebenaran, kematian, dan kenangan, sekaligus mempertanyakan siapa yang sebenarnya menjadi pahlawan dan musuh dalam sejarah kolonial.
Dengan penampilan apik dari para pemain, seperti Ahmad Yusuf Pratama, Samsudin, Husnul Khotimah, dan Nurul Fadilah, pertunjukan ini memberikan pengalaman mendalam bagi para penonton yang setia mencari kebenaran.
Pimpinan Produksi: Yogi Gumilar
Penata Tari: Acut
Penata Panggung: M. Raffi Azmi
Penata Cahaya: A. Sutisna Maulana
Penata Rias: Imas Riswati
Penata Busana: Tasyana Putri F
Logistik: Salwa Astiana
Publikasi: Denata Yulianingsih
Astrada: Citra Dwi Fitriani
BACA JUGA:Â Kerja Sama Garuda Indonesia dengan Pokemon Dinilai Tak Angkat Budaya Lokal
Dengan pertunjukan ini, Teater Guriang sekali lagi membuktikan kemampuannya dalam menghadirkan karya yang memantik diskusi budaya dan sejarah di tengah masyarakat.