TIDAK ada hari yang permulaannya lebih buruk, namun berakhir dengan kebaikan yang sangat indah, selain hari itu. Yaitu hari berdamainya antara suku Aus dan Khazraj di Madinah pada waktu itu.
Ungkapan tersebut disampaikan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Tafsir Munir, ketika beliau selesai menerangkan asbābun nuzūl Surah Ali Imran ayat 101. Berikut redaksinya:
فما كان يوم أقبح أولا وأحسن آخرا من ذالك اليوم
Dikisahkan bahwa seorang Yahudi bernama Syaas bin Qois, pembesar Yahudi yang sangat dengki dengan kaum Muslimin, sering melakukan penyerangan dan provokasi terhadap kaum Muslimin di Madinah waktu itu.
BACA JUGA: Merawat NU Merawat Indonesia
Pada suatu kesempatan, ia melihat kerumunan para sahabat dari kalangan Anshor, dari suku Aus dan suku Khazraj, di dalam satu majelis sedang berbincang-bincang. Saat itu, perselisihan antara Aus dan Khazraj telah selesai dan hilang sebab keberkahan Islam. Kedamaian dan ketenteraman antara Aus dan Khazraj ini membuat orang-orang Yahudi merasa tidak nyaman dan berat di dada mereka.
Untuk itu, Syaas bin Qois melakukan provokasi dengan menceritakan kembali masa-masa perang antara Aus dan Khazraj di distrik Buats, daerah pinggiran Madinah. Dalam sejarah disebut sebagai Yaumu Bu’ats, hari perang Bu’ats. Perang Bu’ats sendiri terjadi 120 tahun sebelum kenabian Muhammad Saw.
Syaas bin Qois menceritakan bagaimana suku Aus dapat menundukkan suku Khazraj pada waktu itu. Cerita-cerita masa lalu tentang perang Bu’ats ini membuat para sahabat Anshor dari kalangan Aus dan Khazraj bergejolak, hingga hampir terjadi bunuh-bunuhan. Mereka membentuk dua kelompok besar dan saling menghunus pedang.
Kemudian, berita perseteruan itu sampai kepada Baginda Nabi Saw. Nabi Saw pun datang ke tempat tersebut untuk mendamaikan mereka. Dengan singkat, terwujudlah perdamaian. Mereka saling memaafkan dan saling berpelukan satu sama lain. Maka tidak ada hari yang lebih buruk pada permulaannya dan berakhir dengan kebaikan yang sangat indah daripada hari itu, yaitu hari damainya suku Aus dan suku Khazraj.
Dan pada hari ini, Kamis, 25 Desember 2025 M, seolah kebahagiaan dahsyat yang pernah dirasakan para sahabat Anshor di Madinah waktu itu sedang dirasakan oleh warga NU khususnya. Jika dahulu mereka didamaikan langsung oleh Kanjeng Nabi Saw, maka pada masa kini yang menjadi juru damai adalah para ahli waris Nabi, yaitu para ulama dan para masyayikh, baik yang struktural NU maupun para kiai NU kultural.
Jika dahulu yang bertikai dan berselisih adalah para sahabat, maka hari ini yang bertikai adalah kaum Nahdliyyin.
Jika kita membaca sejarah kehidupan para sahabat dan salafusshalih, maka kita akan mendapati bahwa mereka juga pernah berselisih dan bertikai. Namun, mereka cepat berdamai, cepat saling memaafkan, dan cepat melupakan.
Dan Indonesia hari ini menyaksikan, khususnya kaum Muslimin, lebih khusus lagi warga NU, betapa para kiai-kiai kita, kiai NU, telah mengamalkan amaliah para sahabat ra. Pelajaran penting ini seharusnya menjadi gambaran bahwa manhaj NU adalah manhaj sahabat dan manhaj salafusshalih.
Terima kasih para masyayikh, terima kasih para alim ulama, terima kasih Nahdliyyin. Panjenengan telah mengajarkan kepada kami bahwa ishlah itu sangat berharga.
Akan dicatat oleh sejarah dan dibaca oleh generasi yang akan datang bahwa organisasi yang dikenal sangat menjunjung tinggi toleransi beragama ini pernah mengalami konflik internal dan berdamai pada hari Kamis, tanggal 25 Desember 2025, bertepatan dengan Hari Raya Natal.






