Kondisi ironis
Senada dengan itu, Ridwanul Maknunah, Ketua Umum PP IMALA, menilai kondisi ini sangat ironis.
“Pendidikan di Lebak dan Pandeglang masih tertinggal, ruang kelas banyak yang reyot. Kesehatan rakyat pun terpuruk karena kuota BPJS dipangkas dari 1 juta menjadi 500 ribu jiwa. Padahal, harga rumah di Serang hanya Rp50 juta–Rp135 juta per tahun, sementara tunjangan rumah DPRD bisa Rp43 juta–Rp49 juta per bulan. Dari tiga tunjangan itu saja, kerugian sudah lebih dari Rp200 miliar. Angka sebesar ini seharusnya untuk rakyat miskin, bukan privilese pejabat,” ungkap Ridwanul.
Sementara itu, Rohidayat, Ketua PC IMM Kabupaten Lebak, menyebut praktik ini sebagai bentuk kezaliman politik.
“Kami menyebut ini kedzaliman politik. DPRD yang seharusnya mengawal kepentingan rakyat malah sibuk menumpuk kekayaan. Ini ketamakan nyata. Jika tuntutan kami diabaikan, aksi lebih besar akan digelar,” ujarnya lantang.
Meskipun berjalan damai dengan orasi, aksi teatrikal, hingga pembacaan tuntutan rakyat, mahasiswa menegaskan sikap tegasnya. Mereka memberi tenggat kepada DPRD untuk merespons serius. Jika tidak, aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar akan digelar pada 29 September 2025.
BACA JUGA: Mahasiswa Tuntut Usut Tuntas Kasus Korupsi BUMD Jabar, Soroti Peran Mantan Gubernur
Aliansi pun menutup aksinya dengan pesan keras: uang rakyat harus kembali untuk rakyat, bukan menjadi bancakan elit politik.