RUANGBICARA.co.id – Dunia kembali berduka. Pangeran Al-Waleed bin Khalid bin Talal Al Saud, anggota keluarga kerajaan Arab Saudi yang dijuluki “Sleeping Prince”, meninggal dunia pada Sabtu (19/7/2025) dalam usia 36 tahun. Ia telah menghabiskan 20 tahun terakhir hidup dalam kondisi koma.
Menurut laporan Saudi Press Agency, kisah tragis ini bermula pada tahun 2005 saat sang pangeran masih berusia 15 tahun. Saat itu, ia sedang menjalani pelatihan militer di London.
BACA JUGA: Optimalisasi Energi Terbarukan, Indonesia Ajak Temasek Tingkatkan Investasi Hijau
Sayangnya, sebuah kecelakaan menyebabkan cedera otak parah dan pecahnya pembuluh darah di otak, atau dalam istilah medis dikenal sebagai perdarahan otak (brain hemorrhage). Sejak saat itu, ia tak pernah sadar kembali.
Meskipun para dokter menyatakan tidak ada harapan, sang ayah, Pangeran Khalid bin Talal, tetap berjuang mempertahankan hidup putranya dengan bantuan alat medis. Ia meyakini bahwa hanya Tuhan yang bisa menentukan hidup dan mati. Selama dua dekade, keluarga kerajaan berupaya mencari pengobatan terbaik dari berbagai negara, termasuk Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Spanyol. Namun, takdir berkata lain.
Apa Itu Pecah Pembuluh Darah Otak?
Pecah pembuluh darah otak terjadi ketika pembuluh darah di otak robek, sehingga darah merembes ke jaringan otak. Akibatnya, jaringan otak bisa mengalami kerusakan permanen, pembengkakan, hingga kematian. Kondisi ini termasuk dalam kategori darurat medis.
Melansir dari Channel YouTube Kata Dokter, perdarahan otak bisa disebabkan oleh berbagai hal. Pertama, cedera kepala berat seperti yang dialami sang pangeran. Kedua, tekanan darah tinggi kronis yang melemahkan dinding pembuluh darah. Ketiga, aneurisma atau pelebaran pembuluh darah yang bisa pecah sewaktu-waktu. Selain itu, gangguan pembekuan darah, kelainan bawaan pada pembuluh darah, hingga penggunaan obat pengencer darah juga bisa menjadi faktor pemicu.
Gejalanya muncul secara tiba-tiba. Biasanya ditandai dengan sakit kepala hebat, muntah, kehilangan kesadaran, kejang, hingga kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Tanpa penanganan cepat, pasien berisiko mengalami koma bahkan kematian.