4. Kurangnya Dukungan
Menurut petisi tersebut, banyak sekolah belum memberikan fasilitas dan dukungan yang cukup kepada siswa kelas 12. Padahal, masa ini sangat krusial bagi mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian.
Di sisi lain, beberapa sekolah masih melaksanakan ujian praktik dan kegiatan tambahan yang justru menambah beban murid. “Kami berharap sekolah lebih fokus membantu kami menghadapi TKA, bukan menambah kegiatan baru,” ujar Agit.
5. Ketimpangan
Masalah lain yang muncul adalah kesenjangan persiapan antara siswa yang mampu membayar les tambahan dan yang tidak.
Bagi siswa dari keluarga mampu, bimbingan belajar menjadi solusi untuk mengejar materi yang belum dikuasai. Namun, bagi sebagian besar lainnya, TKA justru menjadi sumber stres baru.
“Bayangkan teman-teman kami yang tidak bisa ikut bimbel. Mereka harus berjuang sendiri dengan sumber belajar seadanya,” tulis Agit dalam petisinya.
Melalui petisi ini, para siswa berharap pemerintah dapat meninjau ulang atau menunda pelaksanaan TKA 2025. Mereka meminta waktu yang lebih panjang agar persiapan bisa dilakukan dengan matang dan merata di seluruh sekolah.
“Kami tidak menolak penilaian objektif, tapi kami menolak ketidakadilan dalam pelaksanaannya,” tukasnya.
BACA JUGA: Ini Penyebab Igor Tudor Resmi Dicopot dari Kursi Pelatih Juventus
Kini, suara mereka telah menggema hingga hampir 200 ribu tanda tangan, menjadi simbol kuat bahwa generasi muda ingin pendidikan yang lebih adil, terencana, dan manusiawi.












