Jakarta – Kurs rupiah semakin tertekan oleh dolar Amerika Serikat (AS). Pada sesi perdagangan Selasa (11/10/2023), mata uang Garuda mencapai level Rp 15.730 per dolar AS, setelah sebelumnya naik ke Rp 15.600.
Tren pelemahan ini telah berlangsung selama lima bulan terakhir, dengan rupiah harus menyerah kepada dominasi dolar AS.
Penyebab Pelemahan Rupiah
Menurut Anny Ratnawati, seorang ekonom senior dan Wakil Menteri Keuangan periode 2010-2014, dalam program Money Talks CNBC Indonesia TV, dikutip Rabu (11/10/2023) mengatakan pelemahan rupiah saat ini disebabkan oleh fenomena pasokan dan permintaan dolar, baik di tingkat global maupun domestik.
Permintaan dolar tinggi karena suku bunga bank sentral AS yang cenderung naik, mempengaruhi pergerakan portofolio seperti saham dan obligasi.
Permintaan Dolar Tinggi dari Sisi Global dan Domestik
Anny menjelaskan bahwa tingginya permintaan dolar dari sisi global terkait dengan pergerakan portofolio, saham, dan obligasi. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh suku bunga dunia yang masih tinggi karena tingginya inflasi.
Baca juga:Â Menyongsong Era Baru di Industri Ketenagalistrikan Indonesia Bersama Korea
Sementara itu, dari sisi domestik, demand dolar tinggi karena faktor musiman menjelang akhir tahun, seperti kebutuhan untuk utang, bunga utang, pembayaran remitansi ke luar negeri, dan impor untuk kebutuhan akhir tahun.
Rendahnya Pasokan Dolar dari Dalam Negeri
Dari sisi pasokan dolar atau supply, Anny menyebutkan bahwa pasokan saat ini rendah di dalam negeri. Aliran modal asing yang keluar dan kinerja ekspor yang menurun menjadi faktor utama.







1 komentar