Arya Sandhiyudha Beberkan Risiko Data Ganda yang Bisa Picu Krisis Kepercayaan

Tiga Kategori

Dalam forum yang juga dihadiri sejumlah tokoh penting seperti Laksmi Widyajayanti Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup RI), Fadjar Djoko Santoso VP Corporate Communication PT Pertamina, Gregorius Adi Trianto EVP PT PLN, dan Rikky Rahmat Firdaus Deputi SKK Migas, Arya menguraikan tiga kategori besar informasi yang harus dikelola dengan cermat oleh badan publik.

Pertama, Informasi yang Wajib Diumumkan, seperti data kualitas udara, laporan emisi, AMDAL, izin lingkungan, dan kebijakan energi. Menurutnya, badan publik juga perlu menjelaskan batas waktu dan kedalaman akses informasi agar transparansi tetap proporsional.

Kedua, Informasi yang Dikecualikan, mencakup rahasia bisnis, analisis internal kontraktor, data investor, keamanan fasilitas vital, serta cadangan energi nasional. Informasi ini, kata Arya, perlu dijaga agar tidak menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

Ketiga, Zona Abu-abu atau Uji Konsekuensi, yaitu informasi yang membutuhkan analisis mendalam tentang dampak sosial, lingkungan, dan keseimbangan antara hak publik dengan kepentingan vital negara.

Arya menegaskan, regulasi KIP memberi ruang bagi badan publik untuk membatasi akses informasi dengan alasan sah. Namun, pembatasan tersebut tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.

“Tidak semua informasi harus dibuka tanpa batas. Tapi setiap pembatasan harus diuji secara transparan dan rasional, agar publik tahu alasannya,” jelasnya.

BACA JUGA: Menjaga Kelestarian Air, Jasa Tirta II Tunjukkan Komitmen Transparansi di Pameran KIP 2025

Terakhir, ia menyatakan bahwa makna sejati keterbukaan bukan sekadar membuka informasi sebanyak-banyaknya, melainkan memberikan kepastian, kejelasan, dan keadilan bagi masyarakat.

“Di situlah makna sejati keterbukaan — bukan sekadar membuka, tapi juga memberi kepastian dan keadilan,” pungkas Arya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *