Lokataru Sebut Ada Pelanggaran HAM dan Oligarki di Balik Proyek Pelabuhan Patimban

Lokataru menilai penetapan proyek ini sarat penyelundupan kebijakan untuk memfasilitasi kepentingan elit bisnis dan politik. Selain itu, proyek Patimban dibiayai lewat pinjaman Jepang (JICA) senilai Rp8,57 triliun dengan tenor 40 tahun. Hal ini menunjukkan lemahnya kemampuan negara membiayai PSN lewat APBN/APBD dan memberikan ruang dominan bagi swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

“Skema utang seperti ini membebankan negara dan rakyat, mirip dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang sebagian besar dibiayai pinjaman dari China Development Bank,” ungkapnya.

Sarat Kepentingan Oligarki

Hasil investigasi Lokataru juga menyebut operator pelabuhan dikelola oleh konsorsium PT Pelabuhan Patimban Internasional (PPI), yang terdiri dari:

  • PT CT Corp Infrastruktur Indonesia (Chairul Tanjung)
  • PT Indika Logistic & Support Services (Indika Energy)
  • PT U Connectivity Services (didirikan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri KKP aktif)
  • PT Terminal Petikemas Surabaya (Pelindo III)

Manajer Penelitian Lokataru, Hasnu, mengatakan, “Komposisi konsorsium ini menegaskan bahwa proyek Patimban lebih menguntungkan oligarki ekonomi dan politik ketimbang rakyat Subang. Bahkan, seorang menteri aktif tercatat ikut membangun fondasi bisnis di dalamnya.”

Lokataru menyoroti keterlibatan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) aktif, dalam bisnis pelabuhan. Menurut Hasnu, hal ini menunjukkan konflik kepentingan karena seorang regulator juga menjadi pelaku bisnis.

“Publik tak heran dengan keterlibatan Menteri KKP, tetapi praktik tersebut bertentangan dengan moral publik seorang pejabat negara,” tegas Hasnu.

Langkah & Tuntutan

Atas temuan tersebut, Lokataru menyatakan akan mengajukan Hak Uji Materiil ke Mahkamah Agung terhadap regulasi yang melanggengkan proyek Patimban. Selain itu, mereka mendesak pemerintah untuk:

  1. Melakukan audit komprehensif terhadap proyek dan konsorsium PT PPI.
  2. Memulihkan hak-hak warga Patimban, termasuk hak sosial, ekonomi, dan budaya.
  3. Menegakkan hukum atas pelanggaran lingkungan.
  4. Mendorong desentralisasi pengambilan keputusan dalam proyek PSN.
  5. Mereformasi tata kelola PSN agar lebih akuntabel, transparan, dan partisipatif.

BACA JUGA: Tolak RKUHAP, BEM Semarang Raya Paparkan 16 Masalah yang Bisa Ancam HAM dan Demokrasi

Dengan berbagai temuan ini, Lokataru menegaskan pentingnya perbaikan tata kelola proyek strategis nasional agar benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, bukan hanya segelintir elit politik dan pengusaha.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *