Pasar Dibayangi Ketegangan Geopolitik dan Kebijakan Dagang AS, Apa Bisa Harga Minyak Dunia Stabil?

RUANGBICARA.co.id, Jakarta – Harga minyak dunia bergerak stabil pada perdagangan Rabu (9/7/2025), dipengaruhi oleh kombinasi permintaan yang menguat, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat.

Para pelaku pasar saat ini mencermati dinamika suplai dan permintaan yang semakin kompleks di tengah meningkatnya risiko global.

Dikutip dari Reuters, Kamis (10/7/2025), harga minyak mentah Brent tercatat naik tipis sebesar 0,06% ke level US$70,19 per barel. Sementara itu, harga minyak acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI), juga menguat 0,07% menjadi US$68,38 per barel.

BACA JUGA: RI Surplus USD 14,6 Miliar, Tapi Masih Mau Beli Minyak AS? Ini Penjelasan Menteri Bahlil

Kenaikan harga ini terjadi seiring laporan dari Energy Information Administration (EIA) yang mencatat lonjakan permintaan bensin sebesar 6% menjadi 9,2 juta barel per hari pada pekan yang berakhir 4 Juli. Namun demikian, stok minyak mentah AS justru meningkat tajam sebesar 7,1 juta barel dan kini mencapai level 426 juta barel.

“Permintaan tampaknya solid dan tidak menunjukkan tanda-tanda melambat,” ujar Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group.

Ketegangan Geopolitik

Di sisi lain, sentimen pasar terganggu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Laut Merah. Dalam sepekan terakhir, dua kapal dagang dilaporkan tenggelam dan 15 awak dinyatakan hilang. Kelompok Houthi di Yaman, yang didukung oleh Iran, mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Selain itu, pasar juga bereaksi terhadap kebijakan baru Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif impor sebesar 50% untuk tembaga. Langkah ini diklaim sebagai upaya memperkuat produksi dalam negeri dan menjamin pasokan logam penting untuk sektor kendaraan listrik, pertahanan, dan jaringan listrik nasional.

Namun, beberapa tarif lainnya masih ditunda hingga 1 Agustus 2025, memberi ruang bagi negosiasi dengan mitra dagang utama AS.

Kekhawatiran juga muncul dari sisi suplai global. OPEC+ diperkirakan akan menambah produksi mulai September 2025 seiring dengan berakhirnya kebijakan pemangkasan sukarela dari delapan negara anggotanya. Selain itu, penyesuaian kuota baru untuk Uni Emirat Arab (UEA) juga telah disetujui.

“Kami yakin pasar global masih mampu menyerap tambahan pasokan tanpa menyebabkan kelebihan stok,” ujar Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei.

“Bahkan setelah beberapa bulan peningkatan produksi, kita belum melihat akumulasi besar dalam persediaan. Itu artinya pasar memang membutuhkan tambahan pasokan tersebut,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *