Dari sisi investasi, Kadin menyoroti frekuensi perubahan kebijakan pengupahan yang dinilai dapat memicu ketidakpastian bagi investor. Kondisi tersebut dikhawatirkan mendorong investor menunda realisasi investasi atau mengalihkan modal ke negara maupun daerah dengan struktur biaya yang lebih stabil.
Meski demikian, Saleh mengakui kenaikan upah berpotensi meningkatkan daya beli pekerja. Namun, efek positif tersebut dinilai tidak terjadi secara langsung. Sebaliknya, dampak kenaikan biaya produksi akan segera dirasakan oleh pelaku industri.
“Dalam jangka pendek, efek bersih terhadap pertumbuhan industri pengolahan nonmigas berpotensi moderat hingga cenderung menahan laju pertumbuhan, khususnya pada subsektor berorientasi ekspor,” ujarnya.
Untuk meminimalkan dampak negatif kebijakan tersebut, Kadin mendorong pemerintah menyiapkan kebijakan pendukung, antara lain melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja berbasis vokasi, pemberian insentif investasi industri, serta penguatan rantai pasok domestik guna menekan biaya produksi.
BACA JUGA: Bank BJB Ajak Perempuan Banten Siapkan Dana Pensiun Sejak Dini
Sebagai informasi, PP Nomor 49 Tahun 2025 memperkenalkan formula baru penetapan upah minimum, yakni inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan faktor alfa. Rentang nilai alfa ditetapkan antara 0,5 hingga 0,9. Pemerintah mewajibkan penetapan kenaikan upah minimum tahun 2026 dilakukan paling lambat pada 24 Desember 2025.












