RUANGBICARA.co.id, Jakarta – Nama PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe di Tapanuli Selatan, kembali mencuat ke ruang publik. Bukan hanya karena posisinya sebagai salah satu tambang emas terbesar di Indonesia, tetapi juga karena sorotan masyarakat pascabencana banjir bandang dan longsor yang melanda Kecamatan Batang Toru pada akhir November 2025.
Meski tengah berada dalam pusaran isu, profil perusahaan ini menunjukkan perjalanan panjang, struktur operasional mapan, serta peran ekonomi signifikan di Sumatra Utara.
PTAR merupakan pemegang dan operator Tambang Emas Martabe, proyek pertambangan besar yang berlokasi di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Operasi komersial tambang ini dimulai pada 2012 dan hingga kini menghasilkan lebih dari 200.000 ounce emas per tahun serta jutaan ounce perak. Dengan kapasitas pengolahan lebih dari 6 juta ton bijih per tahun, Martabe dikenal sebagai salah satu tambang dengan standar operasional modern di Asia Tenggara.
BACA JUGA: Bukan Cuaca Ekstrem, Ini Penyebab Sebenarnya Banjir Bandang Sumatera
Kantor pusat PTAR berada di Jakarta, sementara kegiatan pertambangan sepenuhnya dilakukan di Sumatra Utara. Sejak 2018, perusahaan ini dimiliki oleh PT Danusa Tambang Nusantara, entitas yang berafiliasi dengan grup besar PT United Tractors dan PT Pamapersada Nusantara.
Dalam struktur ketenagakerjaan, PTAR mempekerjakan lebih dari 3.000 pekerja dengan 99% tenaga kerja Indonesia, dan sekitar 70% berasal dari kabupaten sekitar tambang. Perusahaan kerap menyebut diri sebagai entitas yang “people-focused”, dengan program pengembangan masyarakat (community development), pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi lokal.
Selain itu, 15 desa lingkar tambang menjadi bagian penting dari ekosistem sosial PTAR, yang selama ini menerima program bina sosial maupun infrastruktur dasar.












