RUANGBICARA.co.id – Nama Laut Bercerita kembali menggema. Setelah hampir satu dekade dikenal sebagai short movie yang menyentuh banyak hati pada 2017, karya yang diadaptasi dari novel Leila S.
Chudori ini akhirnya dipastikan naik kelas ke layar lebar dan direncanakan tayang pada 2026. Kabar ini membuat publik kembali menoleh pada inti cerita—kisah tentang kehilangan, suara yang dibungkam, dan jejak masa lalu yang terus menuntut untuk didengar.
BACA JUGA: Selain Sinopsis, Ini 5 Fakta Tersembunyi Film Kidnap yang Banyak Penonton Tidak Sadar
Film pendek Laut Bercerita berpusat pada tokoh Biru Laut, seorang aktivis muda yang tumbuh di tengah pergolakan politik Indonesia pada era 1990-an. Melalui sudut pandang Biru, penonton dibawa menyelam ke ruang-ruang sempit tempat para aktivis bersembunyi, merencanakan perlawanan, sekaligus mencoba menjaga sisa-sisa normalitas hidup mereka.
Biru tidak bekerja sendirian. Ia bersama kelompoknya, para mahasiswa idealis yang percaya bahwa perubahan tidak akan tiba tanpa perlawanan. Mereka membaca buku-buku terlarang, berdiskusi di tempat-tempat rahasia, dan menantang batas-batas yang saat itu dianggap tabu oleh penguasa. Namun perjuangan mereka perlahan bergeser menjadi gelap ketika pengintaian semakin ketat dan teman-teman mereka satu per satu mulai menghilang.
Kepiluan Laut Bercerita memuncak pada peristiwa hilangnya Biru. Diculik tanpa jejak oleh aparat yang tak pernah terlihat namun terasa di setiap sudut cerita, Biru perlahan menjadi simbol bisu dari ratusan aktivis yang bernasib serupa.
Film pendeknya tidak menampilkan adegan kejam secara gamblang, namun atmosfer dingin dan gelap menjadi penegasan bahwa hilangnya seseorang adalah tragedi yang merambat—tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi mereka yang ditinggalkan.
Dalam film pendeknya, kisah kemudian beralih ke sudut pandang Asih, adik Biru. Melalui mata Asih, penonton merasakan kesedihan keluarga yang menggantung menunggu kabar, menerima tamu yang membawa simpati, hingga memegang erat harapan kecil bahwa Biru mungkin masih hidup. Namun harapan itu akhirnya berdiri di persimpangan antara kenyataan dan mimpi.
Versi layar lebar yang dijadwalkan rilis pada 2026 disebut-sebut akan menggali cerita lebih dalam. Jika film pendek hanya memberi potongan momen penting, adaptasi panjangnya digadang-gadang mampu membawa penonton menelusuri sejarah dengan lebih lengkap—mulai dari aktivitas kelompok mahasiswa, dinamika persahabatan Biru, hubungan rumitnya dengan keluarga, hingga sisi emosional para ibu dan adik-adik para aktivis yang menunggu kepulangan yang tak kunjung datang.












