-
Ada pihak yang menyewa dan yang disewa
-
Keduanya saling ridha atau tidak ada paksaan
-
Pelaku akad harus baligh dan berakal
-
Objek sewa harus jelas manfaat, jenis, kadar, dan sifatnya
-
Waktu sewa harus disebutkan secara jelas
“Kalau kita menyewa rumah, harus jelas berapa lama waktunya dan berapa harganya,” jelas UAS.
Menurutnya, dalam Islam yang disewa adalah manfaat dari barang tersebut, bukan bendanya. Misalnya, jika menyewa rumah selama satu tahun, maka yang disewa adalah manfaat rumah selama satu tahun, bukan rumahnya secara fisik.
Perbedaan Pendapat
Namun demikian, UAS juga menyinggung adanya perbedaan pendapat ulama mengenai menyewa pohon atau hewan untuk diambil hasilnya. Ada yang memperbolehkan, namun ada juga yang tidak setuju karena dianggap dapat mengurangi zat benda tersebut.
Di bagian akhir ceramah, UAS juga membahas soal upah bagi pengajar Al-Qur’an. Meski mengajar adalah amal mulia, sebagian ulama memperbolehkan adanya imbalan karena waktu dan tenaga yang dikorbankan.
“Yang dibayar itu bukan ayat Qur’annya, tapi waktunya. Waktu yang bisa dipakai jualan atau bekerja, malah digunakan untuk mengajar,” tegas UAS.
BACA JUGA: Hukum Berenang Saat Puasa Ramadhan, Makruh atau Membatalkan?
Sebagai penutup, UAS menegaskan bahwa sewa menyewa adalah sah dalam Islam. Hukum ini diperkuat oleh dalil dari Al-Qur’an dan juga praktik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, semua harus dilakukan sesuai ketentuan syariat agar sah dan tidak merugikan salah satu pihak.












