Unik! Songket Ulos dari Limbah Sawit Jadi Incaran Kolektor Mancanegara

Harapan

Tidak berhenti di situ, Juliana bercita-cita mengembangkan limbah pertanian menjadi bahan baku benang khas Indonesia untuk memproduksi berbagai wastra Nusantara. Ia pun berharap pemerintah mendukung melalui penyediaan mesin pengolah limbah menjadi benang berkualitas.

“Kami berharap limbah pertanian bisa dimaksimalkan menjadi benang khas Indonesia yang dipasarkan ke dunia internasional, kemudian menjadi barang bernilai jual tinggi,” ungkapnya.

Sementara itu, semangat menjaga lingkungan juga diwujudkan oleh Ana Khairani, pengusaha asal Bogor yang mendirikan Batik Organik sejak 2013. Dengan konsep keberlanjutan, Ana memanfaatkan daun, kulit buah, bunga, dan batang pohon sebagai pewarna alami batik.

Bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ia mengembangkan kain batik dari serat alami kayu akasia, eucalyptus, katun, dan sutra eri. Seluruh bahan bersifat biodegradable sehingga ramah lingkungan.

Tidak hanya memproduksi kain, Ana juga memberdayakan 54 ibu pembatik di Desa Cipaku, Bogor, melalui edukasi, kaderisasi, dan pelatihan. Hal ini membuat Batik Organik menjadi karya inklusif yang mengangkat peran perempuan Indonesia.

“Kami memiliki visi global ingin mendirikan pusat riset edukasi serat dan warna alam yang diwujudkan melalui kain batik,” kata Ana saat memamerkan karyanya di KKI 2025.

Keberhasilan Saree Ulos dan Batik Organik tidak lepas dari dukungan Kementerian UMKM. Melalui program inkubasi dan Entrepreneur Development, kedua usaha ini mendapatkan pembinaan, peningkatan kapasitas produksi, mentoring bisnis, perluasan akses pasar, hingga perlindungan legalitas.

BACA JUGA: Ratusan Ribu Penumpang Pilih Kereta Api, KAI Daop 6 Catat Pertumbuhan Positif

“Kami bersyukur program ini berkelanjutan dan masih menjadi ekosistem bisnis pendukung dalam berjejaring dan berkolaborasi dengan pihak lain,” tambah Ana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *