Jakarta – Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru. Topik ini sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004.
Dengan kata lain, isu ini telah lama menjadi perhatian, meskipun saat ini kembali mendapat sorotan.
Munculnya Kembali Pembahasan Potensi Gempa
Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust saat ini tidak berarti bahwa gempa besar akan segera terjadi. Hal ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) melainkan pengingat kembali mengenai keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
BACA JUGA:Â Ini yang Terjadi Jika Gempa Megathrust Terjadi di Indonesia
Zona ini diduga sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini perlu diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan sewaktu-waktu.
Tidak Ada Kaitannya dengan Gempa di Jepang
Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut juga tidak terkait langsung dengan gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang.
Menariknya, gempa tersebut memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 dan menimbulkan kekhawatiran di Jepang tentang potensi gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa ini justru menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia tentang potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Seismic Gap di Indonesia Lebih Lama
Sejarah mencatat bahwa gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946, dengan usia seismic gap 78 tahun. Sementara itu, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan di Mentawai-Siberut pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).