Dalam pernyataannya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa keputusan ini dibuat tanpa tekanan dari pihak manapun.
Selain itu, mereka berkomitmen untuk mengembalikan IUP jika lebih banyak ditemukan kerugian daripada manfaat.
“Apabila kita pada akhirnya menemukan bahwa pengelolaan tambang itu lebih banyak mafsadatnya, artinya banyak keburukannya untuk lingkungan sosial dan lingkungan hidup serta berbagai aspek lainnya Muhammadiyah juga sepakat mengembalikan IUP itu,” kata Haedar melalui keterangan resminya, Minggu (28/7/2024).
Kritik Terhadap NU-Muhammadiyah
Hal inilah yang kemudian mendapatkan kritik tajam terhadap dua organisasi Islam besar tersebut. Salah satunya, dari Forum Aktivis Cik Di Tiro yang menggelar aksi simbolik di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (Unisa), Gamping, Sleman, lokasi rapat pleno PP Muhammadiyah, Sabtu (27/7/2024) siang.
Dalam aksinya, mereka membawa dua spanduk dan sejumlah poster. Salah satu spanduk mengandung sindiran untuk Muhammadiyah dan PBNU. Spanduk tersebut bertuliskan ‘Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang’.
BACA JUGA: Setelah NU, Terbitlah Muhammadiyah Terima Izin Tambang
Tak hanya itu, Nur Rosyid Murtadho atau Gus Roy, Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia dan Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), melalui cuitan X pribadinya, mengatakan hal yang sama.
“PBNU & PP Muhammadiyah: Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang!,” tulis Gus Roy, dikutip Senin (29/7/2024).








