Kritik dan Tantangan Menghadapi Program Hilirisasi
Jakarta – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap berkomitmen untuk meningkatkan program hilirisasi pertambangan mineral di dalam negeri, meskipun program ini dihadapi kritik dari berbagai pihak seperti Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Indonesia Menentang Tantangan Eksternal
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan berpendapat bahwa Indonesia harus berusaha sendiri untuk menjadi negara maju, karena negara maju lainnya tidak akan membantu. Hal ini karena program hilirisasi di dalam negeri menghadapi hambatan dari Uni Eropa.
“So you have to do it by yourself atau kau jadi budak mereka terus. Berkelahi aja kalian semua, kita akan jadi budak mereka. Jadi kita harus kompak. Bahwa kita kurang yes, tidak ada yang sempurna siapapun Presiden pasti ada kurangnya. Kalau mau sempurna ko ke sorga aja,” kata Luhut dalam acara Economic Update CNBC Indonesia, dikutip, Senin (21/8/2023).
Hasil Positif Program Hilirisasi
Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, program pengolahan mineral yang digalakkan pemerintah telah memberikan hasil yang positif. Setelah larangan ekspor bijih nikel diterapkan pada tahun 2020, ekonomi Indonesia mengalami dampak yang signifikan.
“Hilirisasi nikel, ekspor nikel kita 2017-2018 hanya US$ 3,3 miliar, begitu stop ekspor, hilirisasi pada 2022 hampir US$ 30 miliar, naik sepuluh kali lipat,” jelas Bahlil dalam konferensi pers.
Meningkatnya Neraca Perdagangan dan Lapangan Pekerjaan
Dampak positif dari program ini terlihat dari neraca perdagangan yang semakin membaik, terutama dengan China sebagai mitra dagang utama.
“Ini akibat hilirisasi dan mendorong ekspor kita tidak lagi berbentuk komoditas mentah, tapi berbentuk setengah jadi dan barang jadi,” tutur Bahlil.







1 komentar