Saham Anjlok
Sayangnya, kilau itu tidak bertahan lama. Harga saham SBAT yang sempat menyentuh Rp354 per lembar pada 2020 terus tertekan hingga jatuh ke Rp1 pada 2023. Bursa Efek Indonesia akhirnya menghentikan perdagangan saham SBAT pada September 2024. Emiten ini pun kehilangan likuiditas dan keluar dari radar investor.
Kondisi internal semakin sulit. Menurut pengendali utama, Tan Heng Lok, SBAT sudah berhenti beroperasi sejak Juli 2024. Kini seluruh aset berada di bawah penguasaan kurator, sementara manajemen memastikan tidak akan menempuh upaya hukum atas putusan pailit.
Di balik dinamika sahamnya, SBAT juga melibatkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau INTI sebagai pemegang saham. INTI pertama kali masuk pada kuartal II-2021 dengan kepemilikan 9,31%, sempat keluar, lalu kembali dengan porsi 14,73%. Hingga 2025, INTI masih memegang 14% saham, sedangkan Tan Heng Lok menguasai 34,48% dan sisanya dimiliki publik.
BACA JUGA:Â IHSG Ambruk di Tengah Gelombang Demo, Saham Big Caps Jadi Penekan Utama
Kepailitan SBAT menambah daftar panjang krisis industri tekstil nasional. Sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) bersama anak usahanya lebih dulu tumbang pada Maret 2025. Kasus itu bahkan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 10.000 pekerja.