Lebak – Mama KH Khaerudin Syukaris, yang lebih dikenal sebagai Abah Syukaris, merupakan sosok kyai kampung yang meninggalkan jejak mendalam dalam dunia keilmuan Islam.
Lahir pada 12 April 1933, Abah Syukaris wafat pada 27 April 2019. Meskipun hidup sederhana di Kampung Leuwi Jaksi, Desa Margatirta, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, beliau memiliki sanad keilmuan yang kuat dan hubungan erat dengan para ulama besar Nusantara. Oleh karena itu, banyak orang yang menaruh hormat kepada beliau.
Perjalanan
Sejak muda, Abah Syukaris berusaha keras menimba ilmu di berbagai pesantren. Putranya, Muhammad Thobari, mengungkapkan bahwa ayahnya pernah mondok di Bojong Menteng, Poncol Salatiga, Lasem, dan Kaliwungu. Berkat kegigihannya, beliau memperoleh berbagai sanad keilmuan yang menjadi warisan berharga bagi para santrinya.
BACA JUGA:Â Perjuangan Politik Abuya Dimyathi untuk PPP di Banten
Berikut adalah beberapa guru yang memberikan ilmu kepada Abah Syukaris:
- Tauhid Tijanud Darory dan Nashoihul Ibad: Dari As-Syeikh Yusya’ Bojong Menteng melalui As-Syeikh Samsuddin dan As-Syeikh Muhammad Nawawi Tanara Al-Bantani.
- Murod Awamil dan Jurumiyah: Dari As-Syeikh Yusya’ Bojong Menteng melalui As-Syeikh Muhamad Nawawi – Mandaya.
- Kitab al-Tsimaarul Yani’ah: Tamat pada Mama Yusya’ Bojong Menteng pada 1 Dzulhijah 1372 Hijriyah.
- Shohih Bukhori Muslim: Dari As-Syaikh Ahmad Hasan Asy’ari Poncol, Salatiga, melalui Hadhrotus Syeikh Hasyim Asyari dan Syeikh Muhamad Dimyathi bin Abdullah Termas.
- Kitab Hasyiah As-Shobban: Diajarkan oleh Mbah Humaidullah bin Irfan, Kaliwungu, Kendal.
- Ihya Ulumuddin: Dari Mbah Ahmad Ru’yat bin Abdillah, Kaliwungu, Kendal.
Meskipun memiliki sanad keilmuan yang begitu luas, Abah Syukaris tetap memilih hidup sederhana. Ia lebih dikenal sebagai kyai kampung yang aktif bertani, mengajar ngaji, dan menjadi imam sholat di desanya. Tak heran, sosoknya yang rendah hati menjadikannya teladan bagi masyarakat sekitar.
Tak hanya itu, Abah Syukaris juga memiliki hubungan erat dengan para ulama besar, seperti Abuya Dimyathi Cidahu dan Abuya Bustomi Cisantri di Kaliwungu. Kedekatan ini bukan hanya karena persaudaraan keilmuan, tetapi juga karena perjalanan panjang beliau dalam menuntut ilmu di berbagai pesantren. Oleh sebab itu, beliau sangat dihormati di kalangan ulama dan santri.
Pada akhir hayatnya, Abah Syukaris melanjutkan Pondok Pesantren yang kemudian diberi nama Al-Khoiriyah Leuwi Jaksi. Pesantren ini diwariskan dari mertuanya, Mama KH. Muhammad Yusuf bin KH. Soleman.






