Pemanfaatan AI Bisa Menjadi Masalah Serius dalam Dunia Bisnis? Begini Kata Dirut Wika Tirta Jaya Jatiluhur

“Kita perlu regulasi yang jelas agar ada batasan dan pedoman dalam menggunakan AI di bidang hukum. Tanpa itu, risiko kesalahan dan malfungsi AI menjadi lebih besar. Regulasi ini akan membantu bisnis tetap terlindungi dan percaya pada teknologi yang digunakan,” katanya.

Tiga Prinsip Kunci dalam Regulasi AI

Menurut Rendy, terdapat tiga prinsip utama yang harus menjadi landasan dalam penyusunan regulasi AI di Indonesia:

  1. Prinsip Keadilan – Regulasi harus memastikan bahwa AI tidak merugikan hak-hak klien dan seluruh pihak yang terlibat dalam proses hukum.
  2. Prinsip Kemanfaatan – Teknologi AI seharusnya memberikan manfaat maksimal. Jika AI gagal memenuhi fungsinya, risikonya menjadi lebih besar daripada manfaatnya.
  3. Prinsip Kepastian Hukum – Kepastian hukum adalah hal mutlak agar ada aturan yang jelas terkait penggunaan AI dalam advokasi hukum, terutama soal tanggung jawab jika terjadi malfungsi.

“Kepastian hukum harus diutamakan. Regulasi yang jelas akan melindungi bisnis dari potensi risiko AI dan memberikan ketenangan dalam penggunaannya,” jelas Rendy.

Kesenjangan Regulasi di Indonesia

Hingga kini, Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang mengatur penggunaan AI dalam bidang hukum. Kebanyakan aturan yang ada, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), lebih menyoroti aspek keamanan data dan privasi. Sementara itu, regulasi yang khusus mengatur malfungsi atau kesalahan AI dalam profesi advokat masih belum tersedia.

“Perusahaan menghadapi tantangan besar dalam memastikan bahwa penggunaan AI tetap sesuai hukum, terutama dalam advokasi. Di sinilah pentingnya regulasi untuk mengatur penggunaan AI dengan baik,” ujar Rendy. Menurutnya, regulasi yang komprehensif akan memberikan kepastian bagi klien dan melindungi kepentingan perusahaan, terutama dalam menangani malfungsi AI.

Perlindungan bagi Klien dan Bisnis

Rendy juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi klien yang menggunakan layanan hukum berbasis AI. Klien perlu mendapat kepastian bahwa data dan informasi hukum mereka tidak akan disalahgunakan atau terkena dampak negatif dari malfungsi AI.

Untuk itu, diperlukan transparansi dari pihak advokat dalam menjelaskan penggunaan AI serta verifikasi hasil analisis yang dihasilkan AI.

“Transparansi sangat penting. Klien berhak tahu bagaimana data mereka diolah oleh AI, dan jaminan bahwa advokat tetap bertanggung jawab atas hasil akhir. Ini bisa menambah kepercayaan klien terhadap teknologi yang digunakan dalam advokasi,” ungkap Rendy.

Penggunaan AI dalam advokasi hukum memang membuka banyak peluang efisiensi dan efektivitas bagi perusahaan. Namun, tanpa regulasi yang jelas, penggunaan AI bisa menjadi masalah serius bagi dunia bisnis.

Rendy Ardiansyah menegaskan bahwa kepastian hukum dan regulasi yang tegas sangat dibutuhkan untuk melindungi perusahaan dari risiko yang tidak diinginkan akibat malfungsi atau kesalahan analisis AI.

BACA JUGA: Membuka Pola Pikir Pebisnis Logistik Melalui Transformasi Bisnis

“Regulasi AI di Indonesia sangat penting agar kita bisa memanfaatkan teknologi ini dengan aman dan efektif. Perusahaan butuh perlindungan hukum agar dapat mengadopsi inovasi tanpa khawatir akan risiko yang tidak dapat diprediksi,” tutup Rendy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *