Di Balik Islah PPP, Ada 12 Pejuang Elektoral yang Layak Dapat Tempat Terhormat

KONFLIK PANJANG yang membelah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya menemukan ujungnya. Dalam sebuah pertemuan yang difasilitasi Kementerian Hukum, dua tokoh yang sempat saling bersitegang, Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, akhirnya duduk berdampingan pada Senin, (6/10/2025) sore.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjadi saksi sekaligus penengah. Dari tangannya, keluar sebuah Surat Keputusan baru yang mengakhiri tarik-menarik dualisme kepemimpinan di tubuh partai berlambang Ka’bah itu. “Hari ini saya keluarkan SK baru, Pak Haji Mardiono tetap sebagai Ketua Umum, Pak Agus sebagai Wakil Ketua Umum, Gus Yasin sebagai Sekjen, dan Fauzan sebagai Bendahara Umum,” ujarnya tegas.

BACA JUGA: Sudahlah Rommy, Jangan Pecah Belah PPP Lagi

Seketika, berita islah PPP pun menyeruak ke publik. Banyak yang menyambutnya sebagai harapan baru. Namun di balik gegap gempita rekonsiliasi itu, ada satu kisah lain yang tak kalah penting untuk dikenang, yakni perjuangan para kader PPP dalam Pemilu 2024, yang sejatinya lolos ke Senayan. Namun terhenti, karena partai gagal melewati ambang batas parlemen 4 persen.

PPP hanya meraih 3,87 persen suara. Selisih tipis yang membuat sejarah berubah; untuk pertama kalinya, PPP terlempar dari parlemen. Padahal, ada 580 pejuang elektoral (red: caleg) di semua daerah pemilihan (dapil) se-Indonesia yang sudah berjuang keras, bahkan 12 nama sudah menggenggam kursi hasil suara rakyat. Dari kerja keras 580 caleg ini lah, PPP mendapatkan 5.878.777 suara secara nasional, meski masih kurang 193.088 suara untuk lolos.

Di Banten I, misalnya, Neng Siti Julaiha, Ketua DPC PPP Kabupaten Lebak, tampil sebagai kejutan. Perempuan ini berhasil mengalahkan incumbent dan raksasa politik lokal dengan menempatkan PPP di urutan kelima. PPP meraih 132.212 suara dan seharusnya berhak atas kursi kelima dari enam kursi tersedia dengan suara pribadi diurutan ke 4. Namun semua sirna karena suara nasional PPP tak mampu melewati ambang batas.

Cerita yang sama terjadi di Jawa Tengah III. Arwani Thomafi, mantan Sekjen PPP, berstatus incumbent di dapil Grobogan, Blora, Rembang, dan Pati. Dia berjuang mempertahankan kursi dengan perolehan 138.933 suara, yang seharusnya membawa PPP ke kursi kesembilan.

Lalu ada Muhammad Amir Uskara, politisi senior yang pernah menjadi wakil ketua MPR RI 2019–2024. Di dapilnya, PPP mengantongi 140.153 suara, yang seharusnya berhak atas kursi terakhir dari delapan kursi tersedia.

Sementara Achmad Baidowi, kader muda yang populer di PPP, mencatat raihan fantastis di dapilnya. PPP memborong 408.412 suara, menjadikannya partai dengan perolehan suara terbanyak ketiga. Namun semua itu belum cukup membawa PPP lolos ambang batas parlemen.

Pendatang baru Pepep Saepul Hidayat, Ketua DPW PPP Jawa Barat, juga mencatat sejarah dengan meraih suara kedua terbanyak di dapil Jabar IX. PPP memperoleh 175.482 suara dan seharusnya berhak atas kursi ketujuh dari delapan kursi tersedia.

Di Jawa Timur, Ema Umiyyatul Chusnah yang berstatus incumbent juga sejatinya berhasil lolos di dapilnya yang meliputi Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kota Madiun, dan Kota Mojokerto. PPP memperoleh 115.554 suara dan seharusnya berhak atas kursi kesepuluh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *